"Guru, saya pernah mendengar kisah seorang arif yang pergi jauh dengan berjalan kaki. Cuma yang anehnya, setiap ada jalan menurun Sang Arif konon agak murung, tetapi kalau jalan sedang mendaki ia tersenyum... Hikmah apakah yang bisa saya petik dari kisah ini?"
"Itu lambang manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan. Itu perlu kita jadikan cermin. Ketika bernasib baik, sesekali perlu kita sadari bahwa satu ketika kita akan mengalami nasib buruk yang tidak kita harapkan. Dengan demikian kita tidak terlalu bergembira sampai lupa bersyukur kepada Allah. Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis. Optimis saja saya kira tidak cukup, kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras." "Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar nasib saya sedang jatuh dan berada di bawah."
"Alasannya ialah iman, kerana kita yakin akan pertolongan Allah."
"Hikmah selanjutnya?"
"Orang yang terkenal, satu ketika harus bersedia untuk dilupakan, orang yang diatas harus bersedia mental untuk turun ke bawah... Orang kaya, satu ketika harus bersedia untuk miskin."
"Itu lambang manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan. Itu perlu kita jadikan cermin. Ketika bernasib baik, sesekali perlu kita sadari bahwa satu ketika kita akan mengalami nasib buruk yang tidak kita harapkan. Dengan demikian kita tidak terlalu bergembira sampai lupa bersyukur kepada Allah. Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis. Optimis saja saya kira tidak cukup, kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras." "Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar nasib saya sedang jatuh dan berada di bawah."
"Alasannya ialah iman, kerana kita yakin akan pertolongan Allah."
"Hikmah selanjutnya?"
"Orang yang terkenal, satu ketika harus bersedia untuk dilupakan, orang yang diatas harus bersedia mental untuk turun ke bawah... Orang kaya, satu ketika harus bersedia untuk miskin."
No comments:
Post a Comment